ANALISIS KASUS SENGKETA TANAH DI DAGO ELOS AKIBAT HUKUM EIGENDOM VERPONDING (STUDI PUTUSAN NOMOR 570/PDT/2017/PT BDG)
Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 54 ANALISIS KASUS SENGKETA TANAH DI DAGO ELOS AKIBAT HUKUM EIGENDOM VERPONDING (STUDI PUTUSAN NOMOR 570/PDT/2017/PT BDG) Oleh: Sryani Br. Ginting1 , Wilson Lidjon2 1Dosen Program Studi Hukum UPH Kampus Medan; 2Mahasiswa Program Studi Hukum UPH Kampus Medan Abstract The Indonesian state experiences land conflicts because the main Agrarian Law adheres to a Nomorn purely negative publicity system. One of the land conflicts in Indonesia that has major impacts is the land dispute in Dago Elos due to eigendom verponding. This case has many irregularities in Decision Nomor. 570 / PDT / 2017 / PT BDG so the authors conducted a study of the case. The research in this case uses Nomorrmative juridical research with a legislative approach and a case approach. The position of Eigendom Verponding as an old right is weaker compared to the position of land rights which is a new right and the consideration of the Panel of Judges in this case has been wrongly applying Judex Facti so that decision is Nomort in accordance with regulations applicable laws so that the need for the establishment of land justice institutions in Indonesia capable of handling land conflicts. Keywords: Eigendom Verponding, Nomorn Purely Negative Publicity system, Judex Facti, land conflicts, land justice institutions. Abstrak Negara Indonesia mengalami konflik pertanahan karena Undang-Undang Pokok Agraria menganut sistem publikasi negatif tidak murni. Salah satu konflik pertanahan di Indonesia yang berdampak besar adalah kasus sengketa tanah di Dago Elos akibat terdapat eigendom verponding. Kasus ini memiliki banyak kejanggalan dalam Putusan Nomor 570/PDT/2017/PT BDG sehingga penulis melakukan penelitian terhadap kasus tersebut. Penelitan dalam kasus ini menggunakan penelitian yuridis Nomorrmatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Kedudukan Eigendom Verponding sebagai hak lama lebih lemah dibandingkan dengan kedudukan hak atas tanah yang merupakan hak baru dan pertimbangan Majelis Hakim dalam kasus ini telah salah menerapkan Judex Facti sehingga putusan tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sehingga perlu adanya pembentukan lembaga peradilan pertanahan di Indonesia yang mampu menangani konflik pertanahan. Kata Kunci: Eigendom Verponding, Sistem publikasi negatif tidak murni, Judex Facti, konflik pertanahan, lembaga peradilan pertanahan. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 55 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki makna penting bagi Negara Indonesia karena Indonesia merupakan Negara Agraris, sehingga kegiatan yang dilaksanakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia sering berkaitan dengan soal tanah. Kalangan masyarakat menanggap bahwa tanah adalah sesuatu yang sakral, karena memiliki fungsi sosial. Perubahan yang signifikan mengenai soal tanah terjadi ketika Negara Indonesia berhasil membuat hukum tanah nasional yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomormor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut sebagai UUPA) yang diundangkan dan disahkan pada tanggal 24 September 1960.1 Tujuan pokok UUPA adalah untuk menciptakan keadilan bagi rakyat menyangkut masalah pertanahan, mengadakan unifikasi dalam hukum pertanahan dan memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah untuk seluruh rakyat Indonesia sehingga sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.2 UUPA mewujudkan kepastian hukum melalui pemerintah dengan mengadakan pendaftaran tanah menurut peraturan yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomormor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah yang dilaksanakan harus melihat kondisi Negara dan masyarakat yang dapat menyangkut keperluan sosial ekoNomormi yang dipertimbangkan oleh Menteri Agraria.3 Pendaftaran Tanah ditujukan untuk membuat sertifikat hak atas tanah yang berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat sesuai dengan Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA. Seseorang yang namanya termuat dalam sertifikat dapat membuktikan bahwa dirinya merupakan pemilik hak atas tanah tersebut. 4 Sertifikat yang mendapat pengakuan dalam UUPA belum menjamin kepastian hukum pemilik haknya karena apabila terdapat pihak lain yang dapat membuktikan bahwa dirinya berhak juga atas hak tanah tersebut maka pihak tersebut boleh 1 Reko Dwi Salfutra, Hukum Agraria Indonesia, (Yogyakarta : Penerbit Thafa Media, 2019), hlm. 23, 27. 2 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti, 2013), hlm. 219. 3 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung : CV Mandar Maju, 2009), hlm. 1. 4 Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hlm. 57. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 56 menggugat ke Peradilan Umum, Badan Pertanahan Nasional dan Pengadilan Tata Usaha Negara. 5 Sertifikat juga belum dijamin kepastian hukumnya karena Negara tidak menjamin kebenaran data dalam sertifikat dan dalam pendaftaran tanah dikenal dua macam sistem publikasi yaitu sistem publikasi positif dan negatif. UUPA menganut sistem publikasi negatif yang terlihat dari Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA, bahwa surat tanda bukti hak yang diterbitkan berlaku sebagai alat bukti yang kuat dan bukan alat bukti yang mutlak. UUPA tidak sepenuhnya menganut sistem publikasi negatif murni karena sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut oleh UUPA adalah sistem publikasi negatif yang tidak murni karena menggunakan sistem pendaftaran hak dan menyatakan sertifikat sebagai alat bukti kuat. Sistem publikasi negatif yang tidak murni juga dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 32 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Sistem publikasi negatif tidak murni memiliki kelemahan karena menurut Arie S Hutagalung, salah satu kelemahan utama dari sistem publikasi negatif adalah tidak ada jaminan atas data yang disajikan dalam sertifikat karena merupakan alat bukti yang kuat sehingga pihak lain dapat menggugat apabila merasa bahwa dirinya berhak atas hak tanah tersebut. 6 Kelemahan utama dari sistem publikasi negatif tidak murni terbukti dengan banyak konflik pertanahan di Indonesia saat ini. Konflik pertanahan tersebut dapat memberikan dampak yang besar baik secara ekoNomormis, sosial dan lingkungan karena proses penyelesaian konflik pertanahan melalui peradilan memakan waktu dan biaya sehingga pihak yang bersengketa harus memfokuskan waktunya kepada sengketa tersebut. 7 Sarjita berpendapat bahwa pengertian mengenai Konflik Pertanahan telah dirumuskan dalam Pasal 1 butir 1 Peraturan Menteri Negara Agraria Nomormor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, yaitu perbedaan pendapat mengenai keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, dan pendaftaran 5 Ibid, hlm. 2-3. 6 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, (Jakarta : Prenadamedia Group, 2010), hlm. 270-271; 267. 7 Bernhard Limbong, Konflik Pertanahan, (Jakarta : Margaretha Pustaka, 2012), hlm. 7. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 57 hak atas tanah termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan Badan Pertanahan Nasional.8 Salah satu konflik pertanahan yang memenuhi unsur dalam Pasal 1 butir 1 Peraturan Menteri Negara Agraria Nomormor 1 Tahun 1999 dan berdampak secara ekoNomormi, sosial dan lingkungan adalah kasus sengketa tanah di Dago Elos dimana 331 warga di Dago Elos digugat oleh keluarga Muller. Keluarga Muller yang menggugat warga Dago Elos adalah Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller. Mereka adalah keturunan dari George Hendrik Muller, seorang warga Jerman yang pernah tinggal di Bandung pada masa kolonial Belanda. Mereka bertiga telah menjadi warga negara Indonesia. Mereka mengklaim bahwa tanah seluas 6,3 hektare di Dago Elos sudah diwariskan kepada mereka. Tanah itu diklaim berasal dari Eigendom Verponding seluas 6,3 ha yang terbagi dalam tiga Verponding : Nomormor 3740 seluas 5.316 meter persegi, Nomormor 3741 seluas 13.460 meter persegi, dan Nomormor 3742 seluas 44.780 meter persegi. Tanah tersebut sebelumnya telah diduduki oleh PT Tegel Semen Handeel Simoengan, tambang pasir, dan kebun-kebun kecil. Sekarang di atas lahan itu kini ada Kantor Pos, Terminal Dago, dan didominasi oleh rumah-rumah warga rukun tetangga 01 dan 02 dari RW 02 Dago Elos. Keluarga Muller juga menggugat bersama dengan PT Dago Inti Graha yang merupakan perusahaan properti di Bandung. Pada tanggal 24 Agustus 2017, Majelis Hakim memutuskan dalam Putusan Pengadilan Negeri Bandung dalam Nomormor perkara 454/PDT.G/2016/PN BDG bahwa gugatan keluarga Muller yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Alvin Wijaya Kesuma adalah benar dan Pengadilan Negeri Bandung menyatakan bahwa tanah itu sah milik Muller. Putusan tersebut memerintahkan agar 331 warga tergugat, yang sudah tinggal turun-temurun, meninggalkan lahan di Dago Elos tersebut. Warga Dago Elos sejumlah 331 orang juga dibebani biaya perkara yang sangat besar yaitu Rp 238 juta. 9 Warga Dago Elos yang kalah dalam Pengadilan Negeri Bandung mengajukan banding 8 Sarjita, Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, (Yogyakarta : Tugujogja Pustaka, 2005), hlm. 8-9. 9 https://tirto.id/sengketa-lahan-di-bandung-warga-dago-elos-apa-untuk-apartemen-cBBy diakses pada tanggal 2 Januari 2020 pukul 17 : 00 WIB. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 58 dan pada tanggal 5 Februari 2018, Putusan Pengadilan Tinggi Bandung tetap memenangkan keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha dan menyatakan bahwa semua sertifikat yang dimiliki oleh warga di Dago Elos tidak mempunyai kekuatan hukum. Sertifikat warga Dago Elos yang merupakan alat pembuktian yang kuat dilakukan dengan pendaftaran tanah sehingga warga Dago Elos memiliki hak atas tanah yang diakui oleh UUPA tetapi tetap tidak diakui oleh hakim melalui amar Putusan Nomor 570/PDT/2017/PT BDG. Eksepsi tergugat juga dalam Putusan Nomormor 570/PDT/2017/PT BDG menyatakan bahwa gugatan para penggugat adalah Error In Persons , Error In Objecto dan Nomorn Plurium Litis Consortium. Berdasarkan hal tersebut maka Penulis melakukan penelitian terhadap kasus sengketa tanah di Dago Elos dengan membuat jurnal yang mengambil judul “Analisis Hukum Kasus Sengketa Tanah di Dago Elos akibat hukum eigendom verponding (Studi Putusan Nomor 570/PDT/2017/PT BDG)”. 2. Rumusan Masalah Jurnal dengan judul “Analisis Hukum Kasus Sengketa Tanah di Dago Elos akibat hukum eigendom verponding (Studi Putusan Nomor 570/PDT/2017/PT BDG)” memiliki rumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimanakah kedudukan eigendom verponding dalam kasus Dago Elos? b. Bagaimanakah akibat hukum dari Putusan Pengadilan Tinggi Bandung dalam Nomor Perkara 570/PDT/2017/PT BDG? 3. Tujuan Penelitian Jurnal dengan judul “Analisis Hukum Kasus Sengketa Tanah di Dago Elos akibat hukum eigendom verponding (Studi Putusan Nomor 570/PDT/2017/PT BDG)” memiliki tujuan penelitian sebagai berikut : a. Mengetahui kedudukan eigendom verponding dalam kasus Dago Elos. b. Mengetahui akibat hukum dari Putusan Pengadilan Tinggi Bandung dalam Nomor Perkara 570/PDT/2017/PT BDG. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 59 4. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum Nomorrmatif yang merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan yang mencakup : a. Penelitian terhadap asas-asas hukum, yaitu penelitian terhadap unsur-unsur hukum. b. Penelitian terhadap sistematika hukum, yaitu mengadakan identifikasi terhadap pengertian pokok dalam hukum seperti subjek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum dalam peraturan perundang-undangan. c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertical dan horizontal, yaitu meneliti hukum positif agar tidak bertentangan berdasarkan hierarki perundang-undangan.10 Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian hukum Normatif ini adalah pendekatan perundangan dan pendekatan kasus. Pendekatan perundangan adalah pendekatan yang akan meneliti berbagai peraturan perundang-undangan. Pendekatan kasus adalah pendekatan yang meneliti bagaimana penerapan kaidah hukum dalam praktik hukum. PEMBAHASAN 1. Kedudukan Eigendom Verponding dalam kasus Dago Elos Pembahasan terkait kedudukan dari eigendom verponding di Dago Elos dapat dilihat dari bagaimana pengaturan hukum positif di Indonesia terhadap eigendom verponding dan hak atas tanah yang menempati tanah eigendom verponding tersebut yang dimiliki oleh warga di Dago Elos. Eigendom Verponding yang sering disebut juga sebagai hak eigendom merupakan salah satu hak tanah yang terdapat dalam Hukum Tanah Barat. Hukum Tanah Barat bersumber pada KUH Perdata. Pasal 570 Kitab Undang-Undang Hukum/KUH Perdata : “Hak Eigendom adalah hak untuk dengan leluasa menikmati kegunaan sesuatu benda, dan untuk berbuat bebas terhadap benda yang bersangkutan dengan kekuasaan yang sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan 10 Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Depok : Prenadamedia Group, 2016), hlm. 129. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 60 perundangan lainnya yang ditetapkan oleh penguasa yang berwenang dan tidak menganggu hak-hak pihak lain, semuanya itu terkecuali pencabutan hak untuk kepentingan umum, dengan pemberian ganti kerugian yang layak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” 11 Hak eigendom juga diatur dalam Pasal I Ketentuan-Ketentuan Konversi UUPA. Pasal 1 ayat (1) Ketentuan-Ketentuan Konversi UUPA : “Hak eigendom atas tanah yang ada pada mulai berlakunya Undang-Undang ini sejak saat tersebut menjadi hak milik, kecuali jika yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam Pasal 21.” 12 Pengaturan mengenai konversi hak eigendom diatur juga oleh Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1979 yang mengatur tentang jangka waktu konversi dari hak eigendom tersebut. Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 : “Tanah hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai asal konversi hak barat, jangka waktunya akan berakhir selambat-lambatnya pada tanggal 24 September 1980, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, pada saat berakhirnya hak yang bersangkutan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.”13 Pengaturan tentang hak eigendom terkait pembuktian hak eigendom juga terdapat dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Penjelasan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaaran Tanah menyatakan alat-alat bukti tertulis untuk permohonan hak lama terkait kasus Dago Elos adalah : a. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Staatsblad Nomor 27 Tahun 1834 yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi hak milik. b. Grosse akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Staatsblad Tahun 1834 Nomor 27 sejak berlakunya UUPA sampai tan. 11 Pasal 570 KUH Perdata. 12 Pasal 1 ayat (1) Ketentuan-Ketentuan Konversi UUPA. 13 Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden No 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Konversi Hak-Hak Barat. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 61 c. Bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud dalam Pasal II, VI, VII Ketentuan-Ketentuan Konversi UUPA.14 Pasal 25 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah mengatur: “Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti sebagaimana dimaksud Pasal 24 dilakukan pengumpulan dan penelitian data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran secara sporadik.”15 Hak atas tanah yang dimiliki oleh warga di Dago Elos diatur di dalam UUPA. Pasal-pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak-hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat (1) dan (2), Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 53. Pasal 4 ayat (1) UUPA : “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai dimaksud dalam Pasal 2, ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut sebagai tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersamasama dengan orang lain serta badan-badan hukum.” 16 Pasal 4 ayat (2) UUPA : “Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya sekadar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaaan tanah itu dalam batas-batas menurut UndangUndang ini dan peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi.” 17 Pasal 16 ayat (1) UUPA : “Hak-hak atas tanah yang dimaksudkan dalam Pasal 4 ayat (1) adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.” 18 Pasal 53 UUPA : 14 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, (Jakarta : Djambatan, 2008), hlm. 565. 15 Pasal 25 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 16 Pasal 4 ayat (1) UUPA. 17 Pasal 4 ayat (2) UUPA. 18 Pasal 16 ayat (1) UUPA. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 62 “Hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 16 adalah hak gadai, hak usaha bagi-hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan hakhak tersebut diusahakan hapusnya dalam waktu yang singkat.” 19 Hak atas tanah yang dimiliki oleh warga di Dago Elos diatur juga oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah : “Untuk keperluan pendaftaran hak : a. Hak atas tanah dibuktikan dengan : 1. Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila pemberian hak tersebut berasal dari tanah Negara atau tanah hak pengelolaan. 2. Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik. b. Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh pejabat yang berwenang. c. Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan.” 20 Berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang telah dijelaskan di atas, maka jelas bahwa kedudukan hak atas tanah yang dimiliki oleh warga di Dago Elos lebih kuat dibandingkan dengan kedudukan eigendom verponding yang dimiliki oleh keluarga Muller karena berdasarkan ketentuan konversi Pasal I UUPA, hak eigendom harus dikonversi sedangkan hak atas tanah tidak perlu dikonversi berdasarkan UUPA. Eigendom verponding yang dimiliki oleh keluarga Muller juga sudah merupakan tanah negara dan bukan merupakan tanah dari barat lagi karena telah melewati tanggal 24 September 1980 sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979. Hak atas tanah yang dimiliki oleh warga di Dago Elos juga tidak perlu dikonversi karena merupakan hak baru yaitu Hak Milik yang ada sejak berlakunya UUPA sedangkan eigendom verponding merupakan hak lama yaitu hak yang sudah ada 19 Pasal 53 UUPA. 20 Pasal 23 Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 63 sebelum berlakunya UUPA sehingga harus dikonversi karena Hukum Agraria yang berlaku di Indonesia sekarang tidak bersifat dualisme lagi sehingga Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa adalah Hukum Adat dan tidak didasarkan lagi atas Hukum Tanah Barat. Kekuatan pembuktian hak lama seperti eigendom verponding masih lebih lemah dibandingkan dengan kekuatan pembuktian hak atas tanah yang dimiliki oleh warga di Dago Elos karena pendaftaran hak lama sebagaimana diatur di dalam pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, alat buktinya perlu dikumpulkan dan diteliti data yuridis oleh Panitia Ajudikasi sedangkan ketentuan pasal 25 tersebut tidak berlaku untuk pendaftaran hak baru, jadi hanya berlaku untuk pendaftaran hak lama. Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 570/PDT/2017/PT BDG juga mengakui eigendom verponding walaupun dalam UUPA sudah mengatur untuk mengkonversi menjadi hak milik. Berdasarkan semua penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan eigendom verponding dalam kasus Dago Elos masih lebih lemah apabila dibandingkan dengan kedudukan hak atas tanah yang telah menempati tanah eigendom verponding tersebut karena eigendom verponding harus selalu dikonversi paling lambat pada tanggal 24 September 1980 dan alat pembuktian atas eigendom verponding harus diteliti data yuridis oleh Panitia Ajudikasi sedangkan untuk hak atas tanah tidak perlu dilakukan konversi dan diteliti data yuridis oleh Panitia Ajudikasi. 2. Akibat Hukum Putusan Pengadilan Tinggi Bandung dalam Nomor perkara 570/PDT/2017/PT BDG Pembahasan terkait akibat hukum putusan Pengadilan Tinggi Bandung dalam Nomor Perkara 570/PDT/2017/PT BDG akan dianalisa oleh Penulis mulai dengan penerapan Judex Facti dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim dan meninjau akibat hukum putusan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pertimbangan hukum majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung dalam Nomor perkara 570/PDT/2017/PT BDG terdiri dari: 1) Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim Tingkat Banding bahwa pertimbangan Majelis Hakim tingkat pertama sudah dinilai benar dan tepat, Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 64 sehingga karenanya pertimbangan tersebut diambil alih oleh Majelis Hakim tingkat banding sebagai pertimbangan sendiri, kecuali mengenai amar putusan Nomor 3 yang menyatakan sah dan berharga sita hak milik (Revindicatoir beslag) atas tanah-tanah Negara bekas eigendom verponding Nomor 3740, 3741, 3742 yang dilaksanakan dalam perkara ini. 2) Menimbang bahwa terhadap amar putusan Nomormor 3 di atas Majelis Hakim tingkat banding tidak sependapat dengan alasan pertimbangan sebagai berikut : Bahwa objek sita Revindicatoir (Revindicatoir beslag) adalah barang bergerak milik Penggugat yang dikuasai/dipegang oleh Tergugat (Pasal 226 ayat 1 HIR), Bahwa dalam perkara ini yang disita adalah tanah yang dikuasai oleh para tergugat bukan barang bergerak seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 226 ayat 1 HIR maka amar putusan Nomor 3 harus diperbaiki karena tidak beralasan hukum. 3) Menimbang bahwa karena para tergugat dalam perkara ini tetap dinyatakan sebagai pihak yang dikalahkan, maka kepadanya harus dibebani membayar biaya perkara ini secara tanggung renteng dalam tingkat kedua pengadilan.21 Analisis penulis, meskipun pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat banding menyatakan bahwa sita hak milik tidak sah karena tidak memenuhi Pasal 226 ayat 1 HIR, tetapi pertimbangan hukum Majelis Hakim tingkat banding tetap tidak sesuai dengan fakta dan bukti yang ada di persidangan karena terdapat banyak kejanggalan. Berdasarkan uraian fakta hukum yang disampaikan oleh para pembanding/para tergugat melalui memori banding terdapat banyak kejanggalan dimana kejanggalan tersebut diterima oleh Majelis Hakim tingkat banding dalam pertimbangan hukumnya yaitu : 1) Tanah hak eigendom verponding Nomor 3740, 3741 dan 3742 yang tercatat di Kantor Pertanahan Bandung tercatat atas nama NV CEMENT TEGEL & MATERIALEN HANDEL SIMONGAN bukan GEORGE HENDRIK MULLER. 2) Bahwa berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim tingkat pertama proses peralihan hak aquo dan Perseoran Terbatas Pabrik di Tegel Semen HANDEEL SIMONGAN kepada GEORGE HENDRIK MULLER dihadapan Nomortaris ELISA HENDRIK CORPETIER ALTING terjadi pada tanggal 7 Agustus 1899, sementara Sertifikat Verponding Nomor 3740, 3741 dan 3742 yang baru terbit 21 Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No 570/PDT/2017/PT BDG, hlm. 67-68. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 65 surat ukurnya pada tahun 1918. Jadi sangat tidak mungkin terjadi peralihan haknya pada tahun 1899 3) Seandainya tanah hak eigendom verponding Nomor 3740, 3741 dan 3742 atas nama George Hendrik Muller benar adanya karena pengalihan hak dari NV CEMENT TEGEL & MATERIALEN HANDEL SIMONGAN, pemilik hak tidak melakukan kewajiban hukumnya untuk mendaftarkan (mengkonversi) tanahnya selambat-lambatnya 20 Tahun setelah UUPA berlaku atau sampai pada tanggal 24 September 1980. Akibatnya tanah tersebut menjadi tanah negara. 4) Para terbanding/Penggugat tidak pernah menguasai, menggunakan dan mengusahakan sendiri tanah tersebut sebagaimana yang diatur oleh UUPA dan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979. Para terbanding/Para Penggugat malah menelantarkan selama lebih dari 60 tahun tanpa pernah membayar pajak sekalipun. Hal ini menunjukkan tidak ada itikad baik sama sekali dari para terbanding/Penggugat.22 Berdasarkan kejanggalan di atas, penulis berpendapat bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung telah salah menerapkan Judex Facti karena faktanya tidak pernah terjadi peralihan hak dari PT Pabrik SIMONGAN kepada George Hendrik Muller. Eksepsi tergugat dalam Putusan Nomor 570/PDT/2017/PT BDG menyatakan bahwa gugatan para penggugat adalah Error In Persons karena terdapat banyak nama para tergugat yang tidak jelas karena salah orang/alamat. Gugatan para penggugat juga adalah Error In Objecto karena berdasarkan surat keterangan dari Badan Pertanahan Nasional Bandung pada tanggal 21 Desember 2015, tanah eigendom verponding Nomor 3740, 3741 dan 3742 tercatat atas nama NV CEMENT TEGEL PABRIEK dan bukan atas nama GEORGE HENDRIK MULLER. Gugatan para penggugat juga Nomorn Plurium Litis Consortium karena gugatan para penggugat kurang pihak, seharusnya para penggugat melibatkan pihak The Mai Collection Hotel and Apartemen yang menguasai sebagian tanah yang dimaksud oleh para penggugat. Proses kasasi terkait kasus tanah eigendom verponding tersebut sudah 22 Ibid, hlm. 63-65. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 66 diajukan oleh warga Dago Elos, namun belum mendapatkan keputusan, sehingga warga Dago Elos masih belum mendapatkan kepastian hukum terhadap hak atas tanahnya. Penerapan Judex Facti di Pengadilan Tinggi Bandung, memberi akibat hukum Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung dalam Nomor perkara 570/PDT/2017/PT BDG akan ditinjau oleh penulis dari berbagai peraturan perundangan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Keputusan Presiden Nomormor 32 Tahun 1979. Putusan Majelis Hakim dalam Nomor perkara 570/PDT/2017/PT BDG tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak Barat. Alasan penulis menyatakan demikian karena keluarga Muller telah memenuhi syarat dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 untuk diberikan hak baru karena berdasarkan penjelasan Kepala Kantor Pertanahan kota Bandung dengan surat tertanggal 24 Oktober 2016, belum ada permohonan hak dari pihak para tergugat terhadap tanah objek sengketa demikian pula Keputusan Pemerintah Provinsi Jawa Barat atau Keputusan Pemerintah kota Bandung yang menyatakan tanah tersebut diperlukan untuk proyek pembangunan bagi penyelenggaran kepentingan umum oleh karena itu memberikan hak kepada para penggugat untuk memohon atas sertifikat tanah bekas hak eigendom Nomor 3740, 3741 dan 3742.23 Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung apabila ditinjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung bertentangan dengan beberapa pasal yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah “Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah itu dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak 23 Putusan Pengadilan Negeri Bandung No 454/PDT.G/2016/PN BDG, hlm. 34. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 67 dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.” 24 Penjelasan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah : “Dalam hukum adat jika seseorang selama sekian waktu membiarkan tanahnya tidak dikerjakan, kemudian tanah itu dikerjakan orang lain yang memperolehnya dengan itikad baik, maka hilanglah haknya untuk menuntut kembali tanah tersebut. Ketentuan di dalam UUPA yang menyatakan hapusnya hak atas tanah karena diterlantarkan terdapat dalam Pasal 27, 34 dan 40 UUPA. Dengan pengertian demikian, maka apa yang ditentukan dalam Pasal 32 ayat 2 ini bukanlah menciptakan ketentuan hukum baru, melainkan merupakan penerapan ketentuan hukum yang sudah ada dalam hukum adat, yang dalam tata hukum sekarang ini merupakan bagian dari Hukum Tanah Nasional Indonesia dan sekaligus memberikan wujud konkrit dalam penerapan ketentuan dalam UUPA mengenai penelantaran tanah.” 25 Amar putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 570/PDT/2017/PT BDG : 9. “Menyatakan Penggugat I, Penggugat II, Penggugat III dan Penggugat IV berhak mengajukan permohonan hak kepada Turut Tergugat untuk diproses sertifikat atas 3 bidang tanah yaitu eigendom verponding Nomor 3740, 3741 dan 3742.” 26 Aturan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan penjelasannya, maka amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 9 yang menyatakan bahwa penggugat berhak untuk mengajukan permohonan hak bertentangan dengan pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 karena pada dasarnya keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha tidak berhak menuntut pelaksanaan hak atas kepemilikan tanah eigendom verponding Nomor 3740, 3741 dan 3742 karena telah menelantarkan tanahnya selama lebih dari 60 tahun dan dalam prinsip UUPA apabila tanah ditelantarkan maka hak milik menjadi hapus. Banyak warga di Dago Elos juga telah memiliki sertifikat yang diterbitkan lebih dari 5 Tahun 24 Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 25 Penjelasan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 26 Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No 570/PDT/2017/PT BDG, hlm. 70-71. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 68 sehingga para penggugat telah melewati batas waktu dan tidak berhak juga menuntut ke Kepala Kantor Pertanahan dan mengajukan gugatan ke Pengadilan. Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah “Untuk keperluan pendaftaran hak-hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa buktibukti tertulis, keterangan saksi atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.” 27 Amar putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 570/PDT/2017/PT BDG : 1) “Menyatakan sah menurut hukum riwayat kepemilikan tanah yang menjadi objek sengketa aquo berdasarkan akta atas nama raja, akta kepemilikan Nomormor Verponding Nomor 3740, 3741, 3742 kepada George Hendrik Muller. 2) Menyatakan sah menurut hukum akta pemindahan hak dari Nomormor Verponding kepemilikan 3740 kepada George Hendrik Muller. 3) Menyatakan sah menurut hukum akta pemindahan hak dari Nomormor Verponding kepemilikan 3741 kepada George Hendrik Muller. 4) Menyatakan sah menurut hukum akta pemindahan hak dari Nomormor Verponding kepemilikan 3742 kepada George Hendrik Muller.”28 Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung Nomormor 4, 5, 6, 7 yang menyatakan bahwa sah menurut hukum akta eigendom verponding atas nama George Hendrik Muller dan akta peralihan hak kepada George Hendrik Muller atas tanah eigendom verponding Nomor 3740, 3741 dan 3742 bertentangan dengan pasal 24 tersebut. Alasan penulis menyatakan demikian karena bedasarkan kejanggalan yang sebelumnya penulis telah paparkan maka akta eigendom verponding atas nama George Hendrik Muller tidak sah karena tidak pernah terjadi peralihan hak sama sekali dari Perseoran Terbatas Pabrik Tegel Semen SIMONGAN sesuai dengan fakta di persidangan yang telah dibuktikan oleh surat dari kantor Badan Pertanahan Nasional Bandung. 27 Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 28 Putusan Pengadilan Tinggi Bandung No 570/PDT/2017/PT BDG, hlm. 69-70. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 69 Tinjauan Peraturan Pemerintah tersebut maka apabila ditinjau dari berbagai peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung dalam Nomor perkara 570/PDT/2017/PT BDG bertentangan dengan ketentuan pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, pasal 32 ayat (2) tersebut merupakan prinsip yang juga terdapat dalam UUPA yang dapat dilihat dari ketentuan pasal 27, 34 dan 40 UUPA. Amar putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor 570/PDT/2017/PT BDG : 12. “Menyatakan tidak sah atau tidak mempunyai kekuatan hukum sertifikat-sertifikat maupun segala surat-surat yang dikeluarkan oleh Kantor Kelurahan Dago, Kantor Pertanahan Kota Bandung yang menyangkut atau menyebutkan tanah-tanah yang berasal dari bekas hak barat eigendom verponding Nomor 3740, 3741 dan 3742.”29 Berdasarkan semua fakta dan bukti yang ada di persidangan, maka amar putusan Nomor 12 yang menyatakan bahwa semua sertifikat atau surat dari pemerintah tidak mempunyai kekuatan hukum jelas bertentangan dengan Judex Facti yang ada di persidangan karena yang tidak mempunyai kekuatan hukum adalah alat bukti dari pihak penggugat karena tidak pernah terjadi peralihan hak dari NV CEMENT TEGEL & MATERIALEN HANDEL SIMONGAN kepada GEORGE HENDRIK MULLER sehingga keluarga Muller dan PT Dago Inti Graha tidak berhak atas tanah eigendom verponding Nomor 3740, 3741 dan 3742. Pendapat penulis, bahwa akibat hukum putusan Pengadilan Tinggi Bandung dalam Nomor Perkara 570/PDT/2017/PT BDG adalah tidak sesuai dengan penerapan Judex Facti dalam persidangan dan bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku yaitu prinsip UUPA, pasal 24 dan pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 29 Ibid, hlm. 71. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 70 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Jurnal dengan judul “Analisis Hukum Kasus Sengketa Tanah di Dago Elos akibat hukum eigendom verponding (Studi Putusan Nomor 570/PDT/2017/PT BDG)” memiliki kesimpulan sebagai berikut : a. Kedudukan eigendom verponding kasus Dago Elos lebih lemah dibandingkan dengan kedudukan hak atas tanah yang telah menempati tanah eigendom verponding karena eigendom verponding harus selalu dikonversi dan alat pembuktian atas eigendom verponding harus diteliti data yuridis oleh Panitia Ajudikasi sedangkan untuk hak atas tanah tidak perlu dilakukan konversi dan diteliti data yuridis oleh Panitia Ajudikasi. b. Akibat Hukum dari Putusan Pengadilan Tinggi Bandung dalam Nomor perkara 570/PDT/2017/PT BDG adalah tidak sesuai dengan Judex Facti dalam persidangan dan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia karena bertentangan dengan prinsip UUPA, Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 2. Saran Jurnal dengan judul “Analisis Hukum Kasus Sengketa Tanah di Dago Elos akibat hukum eigendom verponding (Studi Putusan Nomor 570/PDT/2017/PT BDG)” memiliki saran sebagai berikut : a. Seharusnya anggota DPR bersama dengan Presiden membentuk suatu UndangUndang yang mengatur pembentukan lembaga peradilan pertanahan yang menangani konflik pertanahan seperti eigendom verponding karena Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi belum mampu menyelesaikan konflik pertanahan dan hal tersebut dapat dibuktikan dengan kasus sengketa tanah di Dago Elos yang diteliti oleh penulis dimana Pengadilan Tinggi Bandung telah salah menerapkan Judex Facti dalam pertimbangan hukumnya. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 71 b. Majelis Hakim yang menangani kasus konflik pertanahan baik di Pengadilan Umum seperti Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi maupun di Pengadilan Tata Usaha Negara harus betul-betul menerapkan Judex Facti dengan baik dan benar agar tidak terdapat kesalahan dalam penerapan Judex Facti dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim seperti yang terdapat dalam kasus sengketa tanah di Dago Elos. DAFTAR PUSTAKA Harsono, Boedi, 2013, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti. Harsono, Boedi, 2008, Hukum Agraria Indonesia : Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Jakarta : Penerbit Djambatan. Santoso, Urip, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta: Prenadamedia Group. Salfutra, Reko Dwi, 2019, Hukum Agraria Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Thafa Media. Sutedi, Adrian, 2011, Sertifikat Hak Atas Tanah, Jakarta: Sinar Grafika. Limbong, Bernhard, 2012, Konflik Pertanahan, Jakarta: Margaretha Pustaka. Parlindungan, A.P., 2009, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Bandung: CV. Mandar Maju. Sarjita, 2005, Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, Yogyakarta: Tugujogja Pustaka. Efendi, Jonaedi dan Johnny Ibrahim, 2016, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Depok: Prenadamedia Group. Ali, H. Zainuddin, 2009, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat. https://tirto.id/sengketa-lahan-di-bandung-warga-dago-elos-apa-untuk-apartemencBBy diakses pada tanggal 2 Januari 2020 pukul 17:00 WIB. Jurnal Law Pro Justitia Vol. VI No. 1 – Desember 2020 72 Putusan Pengadilan Negeri Bandung dalam Nomor Perkara 454/PDT.G/2016/PN BDG. Putusan Pengadilan Tinggi Bandung dalam Nomor Perkara 570/PDT/2017/PT BDG
Komentar
Posting Komentar